Tugu Mataram Di Cawas Bisa Jadi Destinasi Pariwisata Sejarah Kabupaten Klaten

Tugu Mataram Di Cawas Bisa Jadi Destinasi Pariwisata Sejarah Kabupaten Klaten


Tugu Mataram Di Cawas Bisa Jadi Destinasi Pariwisata Sejarah Kabupaten Klaten

Cawas – Tugu Mataram kuno berbentuk sepasang gapura, sebagai  warisan sejarah pasca perjanjian Giyanti yang hingga saat ini masih kokoh berdiri ini merupakan tanda batas wilayah kasunanan Surakarta dengan kasultanan Ngayogyakarta. Ada dua buah tugu, satu  berada di padukuhan Betro, desa Burikan, kecamatan Cawas, kabupaten Klaten posisinya di sebelah utara jalan adalah milik kasunanan Surakarta (bercat putih biru ), sedangkan satu tugu yang lain berada di selatan jalan tepatnya di padukuhan Mundon, desa Tancep, kecamatan Ngawen, kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah milik kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (tidak dicat).
Tugu batas milik kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dibangun pada tanggal 29 Djoemadilawal 1867, sedangkan milik kasunanan Surakarta tanggal 22 Redjeb,Alib 1867. 

Bangunan tugu dibuat dari bahan semen, sedangkan prasasti  yang bertuliskan tanggal pembanguannnya serta symbol pura Mangkunegaran Solo dan kraton Yogya dibuat dari plat besi dengan ukiran indah, walaupun tampak berkarat dimakan usia. Tinggi bangunan sekitar  3,5 meter dengan lebar sekitar 4 meter, jarak antara kedua tugu  sekitar 15 meter. Menurut sesepuh desa yang bermukim tidak jauh dari tugu tersebut Sirngadi  (75 tahun), mengatakan bahwa ketika ia kecil sepasang tugu berbentuk gapura dengan bentuk sama tersebut sudah berdiri. 

Kalau di baca tanggal dan tahun pembangunannya berupa  tahun jawa, keduanya dibuat pada tahun yang sama yakni 1867. Untuk catatan bulan  tugu Jogja dibuat 2 bulan lebih dahulu (Djoemadilawal tanggal 29) dibanding milik Solo, yakni  bulan Redjeb tanggal 22. Mengenai umur tugu, bedasar tahun jawa  saat ini tahun 1946, sehingga diketahui bahwa kedua tugu batas tersebut dibuat  kira-kira 79 tahun yang lalu, demikian tambah Sirngadi.



Mengenai keamanan aksesoris tugu yang  berada di bulak tersebut memang rawan pencurian. Seperti dituturkan Sukardi tokoh desa setempat  beberapa tahun yang lalu logo kraton Mangkunegaran dicuri orang tak dikenal pada saat malam hari, tetapi anehnya setelah berjalan kira-kira 50 meter kearah barat kendaraan maling tersebut macet, akhirnya symbol pura mangkunegaran tersebut dikembalikan dan kendaraannya bisa jalan. Kemudian oleh masyarakat logo tersebut dipasang kembali, sehingga sekarang terlihat hasil pemasangannya tidak serapi aslinya.

Tugu yang sering disebut sebagai  “Tugu Mataram” ini dapat menjadi saksi sejarah, dipecahnya bumi Mataram menjadi dua bagian dimasa perjanjian Giyanti, yakni Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Warisan budaya ini perlu dilestarikan agar generasi mendatang masih dapat menemukan artefak  sejarah  ketika negeri ini masih berbentuk kerajaan.

Pemerintah kabupaten Klaten dapat menjadikan tugu Mataram ini sebagai situs warisan budaya dan sebagai destinasi pariwisata  sejarah yang dikemas dalam suatu  paket obyek lain di Klaten. Barangkali masih banyak warga masyarakat Klaten yang belum tahu dan melihat dari dekat keelokan tugu  Mataram yang bersejarah ini.

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

 

Kita semua pasti tahu kalau Yogyakarta itu terkenal sebagai Kota Pelajar, Kota Kebudayaan, ataupun Kota Gudeg dengan Sri Sultan HB X sebagai Kepala Pemerintahan dan sekaligus sebagai Raja Yogyakarta. Jogja dengan berbagai mitos yang dipercaya oleh masyarakat seperti Nyi Roro Kidul sebagai Ratu Pantai Selatan ataupun Ki Sapu Jagad Sang Penjaga Gunung Merapi.

Sebenarnya masih ada 1 lagi mitos Jogjakarta yang hampir terlupakan. Yang dimaksud disini adalah GARIS LURUS yang MEMBENTANG dari UJUNG UTARA hingga SELATAN YOGYAKARTA. Konon kabarnya, dalam mitos yang selama ini diyakini, ada hubungan antara Merapi, Keraton Yogyakarta dan Laut Selatan. Selain itu, garis lurus ini juga menggambarkan bahwa Gunung Merapi sebagai batas utara Yogyakarta, Pantai Selatan sebagai batas selatannya dan dengan Kraton sebagai Poros atau Pengaturnya.

Yang mendasari terbentuknya garis ini sebenarnya bukan hanya 3-4 tempat tersebut. Untuk lebih detailnya, berikut diulas satu persatu, dari ujung utara sampai selatan :

1. Gunung Merapi

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Gunung Merapi sebagai batas utara Yogyakarta dan disinilah garis lurus itu dimulai.

2. Tugu Yogyakarta

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Tugu golong gilig atau tugu pal putih (white paal) merupakan penanda batas utara kota tua Yogyakarta. Semula bangunan ini berbentuk seperti tongkat bulat (gilig) dengan sebuah bola (golong) diatasnya. Bangunan ini mengingatkan pada Washington Monument di Washington DC. Pada tahun 1867 bangunan ini rusak (patah) karena gempa bumi yang juga merusakkan situs Taman Sari. Pada masa pemerintahan Sultan HB VII bangunan ini didirikan kembali.

Namun sayangnya dengan bentuk berbeda seperti yang dapat disaksikan sekarang. Ketinggiannya pun dikurangi dan hanya sepertiga tinggi bangunan aslinya. Lama-kelamaan nama tugu golong gilig dan tugu pal putih semakin dilupakan seiring penyebutan bangunan ini sebagai Tugu Yogyakarta.

3. Malioboro

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Malioboro adalah suatu pusat perbelanjaan yang sejajar dengan jalan lurus dari Tugu jogja menuju Kraton.

4. Alun-Alun Utara

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Selain berfungsi sebagai media pertemuan Sultan dengan Rakyatnya, di Alun2 Utara juga terdapat pohon beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) yang berjumlah 64 (termasuk dua ringin kurung) yang melambangkan usia Nabi Muhammad. Dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewodaru, dewo=Tuhan) dan mikrokosmos (K. Janadaru, jana=manusia).


5. Keraton Yogyakarta

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Keraton Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Karaton Kasultanan Ngayogyakarta merupakan tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan Yogyakarta. Keraton artinya tempat dimana ‘Ratu’ (bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja) bersemayam.

Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang terdapat di seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini juga diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang bernama keraton.

6. Plengkung Gading

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Plengkung Gading yang bernama asli Plengkung Nirboyo merupakan pintu selatan dari komplek Kraton Yogyakarta.

7. Panggung Krapyak

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Panggung krapyak atau sering disebut Kandhang Menjangan dibangun oleh Sultan HB I dan saat ini merupakan benda cagar budaya. Gedhong panggung, demikian disebut, merupakan sebuah podium dari batu bata dengan tinggi 4 m, lebar 5 m, dan panjang 6 m. Tebal dindingnya mencapai 1 m. Bangunan ini memiliki 4 pintu luar, 8 jendela luar, serta 8 pintu di bagian dalam.

Atap bangunan dibuat datar dengan pagar pembatas di bagian tepinya. Untuk mencapainya tersedia tangga dari kayu di bagian barat laut. Bangunan bertingkat ini disekat menjadi 4 buah ruang. Dahulu tempat ini digunakan sebagai lokasi berburu menjangan oleh keluarga kerajaan.

8. Pantai Selatan (Cepuri)

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Pantai selatan dengan mitosnya Nyi Roro Kidul memang sudah terkenal. Sedangkan Cepuri, yaitu tempat Upacara Labuhan Pantai Selatan yang terletak di Pantai Parangkusumo atau sebelah barat Parangtritis. Dan disinilah garis itu diakhiri.

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan

Dan inilah Garis Lurusnya…!!!!!!

Keistimewaan Yogya : Garis Lurus dari Merapi sampai Laut Selatan